Dua buku menarik dan sangat inspiratif yang saat ini saya baca
adalahBocah yang Mengislamkan Ribuan Orang dan 10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an. Buku pertama ditulis oleh Mujahidin Nur,
sedang buku kedua ditulis oleh Izzatul Jannah – Irfan Hidayatullah.
Buku pertama, Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang ini mengisahkan tentang anak bernama
Syarifuddin Khalifah yang terlahir dari keluarga Kristen Khatolik ternyata
mampu menghafal Al-Qur’an di usia 1,5 tahun. Allah swt memperlihatkan keajaiban
bocah Arusha, kota kecil di utara Tanzania, Afrika.
Kompasieaners, bahwa dikisahkan, penduduk di Arusha yang
hanya berjumlah 1.2 juta orang, dimana mayoritas penduduk beragama Kristen,
baik Kristen Anglikan dan Kristen Katolik, lahir anak yang di usia 4 bulan
sudah mampu membaca ayat suci Al-Qur’an. Anak pasangan Francis dan Domisia ini
pun semakin membuat kehebohan ketika di usianya yang masih beberapa hari,
menolak untuk dibaptis di Kingori Baptis Church.
“Mama usinibibaptize, naamini kwa Allah na jumba wake Muhammad
saw!”
Begitulah Syarifuddin kecil mengucapkan pada kedua orangtuanya
dalam bahasa Arusha. “Ibu, tolong jangan baptis saya, saya adalah orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW.” Jauh setelah acara pembaptisan yang gagal, Allah swt makin
memperlihatkan kebenaran ajaran-Nya dengan memperlihatkan kemampuan Syarifuddin
menghafal al-Qur’an maupun sholat lima waktu tanpa ada yang mengajarkan maupun
mencontohkan.
Melihat keajaiban demi keajaiban, Francis dan Domisa akhirnya
mengucapkan dua kalimat syahadat. Mereka resmi masuk Islam dengan disaksikan
oleh Ustaz Ismael. Penduduk yang sebelumnya mayoritas beragama Kristen pun
mulai percaya kebenaran dari Allah swt dan mereka ramai-ramai masuk Islam. Tak
heran, kini ribuan orang telah diislamkan oleh Syarifuddin.
Kompasianers, suatu ketika Syarifuddin –yang sudah digelari Syekh- datang ke
Ethiopia. Ribuan orang hadir di stadion Ethiopia. Tak cuma kaum muslimin,
justru yang hadir mayoritas umat Kristiani. Harap maklum, anak yang terlahir
dari keluarga non-muslim memiliki magnet yang begitu kuat di kalangan
Kristiani. Mereka yang tidak percaya maupun setengah percaya ingin melihat
langsung sosok Syarifuddin.
Bahkan, mereka yang tidak percaya sempat mengatakan pada Syekh,
“Are
you Jesus?” Kemudian dengan
tenang Syakh Syarifuddin menjawab, “No…I’m not Jesus, I’m created by God. The same
God who created Jesus.” (hal 109). Di
stadion Ethiopia itu pula, bocah ini membimbing umat Kristiani untuk mengucapkan
dua kalimat syahadat: Asyhadu an-laa ilaaha illallaah. Wa asyhadu anna
Muhammadan rasuulullaah. Subhanallah!
Buku kedua 10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an memang sudah lama. Buku ini diterbitkan Sygma
Publishing, Bandung pada 2010, namun masih sangat update dan direkomendasikan
menjadi salah satu buku koleksi Anda. Buku kedua ini mengisahkan sebuah
keluarga muslim di Indonesia yang mampu menjadikan 10 orang buah hati mereka
sebagai anak-anak yang shalih, hafal Al-Qur’an dan berprestasi. Mereka adalah keluarga
pasangan suami istri Mutammimul Ula dan Wirianingsih beserta 10 putra-putri
mereka.
Kompasianers, Mutammimul Ula (Kang Tamim) adalah anggota DPR RI dari fraksi
PKS, sedangkan Wirianingsih (Mbak Wiwi) adalah Staf Departemen Kaderisasi DPP
PKS sekaligus Ketua Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia dan Ketua Umum PP
Salimah (Persaudaraan Muslimah) yang cabangnya sudah tersebar di 29 propinsi
dan lebih dari 400 daerah di Indonesia. Meski kedua orang ini sibuk, namun mereka berhasil mencetak 10
anak yang mampu hafal Al-Qur’an.
Anak pertama, Afzalurahman Assalam, sudah hafal Al-Qur’an sejak
usia 13 tahun. Lulusan Teknik Geofisika ITB ini sempat Juara I MTQ Putra
Pelajar SMU se-Solo. Lalu anak kedua, Faris Jihady Hanifah, telah hafal
Al-Qur’an di usia 10 tahun dengan predikat mumtaz (sempurna cara membacanya).
Mahasiswi Fakultas Syariat LIPIA ini sempat meraih juara I lomba tahfiz
Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh kerajaan Saudi di Jakarta tahun 2003. Bukan
cuma itu, di bidang akademik ia pun menjadi juara olimpiade IPS tingkat SMA
yang diselenggarakan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 2004.
Anak ketiga, Maryam Qonitat, hafal Al-Qur’an sejak usia 16
tahun. Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo ini adalah
pelajar teladan dan lulusan terbaik Pesantren Husnul Khatimah 2006. Kemudian
anak keempat, Scientia Afifah Taibah, telah hafal 29 juz sejak SMA. Mahasiswi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini sempat menjadi pelajar teladan
dan saat SMA memperoleh juara III lomba Murottal Al-Qur’an tingkat SMA
se-Jakarta Selatan.
Anak Kelima, Ahmad Rasikh ‘Ilmi, telah hafal lebih dari 15 juz
Al-Qur’an. Ia lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara I Kompetisi English Club
Al-Kahfi dan menjadi musyrif bahasa Arab MA Husnul Khatimah. Ismail Ghulam Halim,
putra keenam, telah hafal lebih dari13 juz Al-Qur’an. Ia lulusan terbaik SMPIT
Al-Kahfi, juara lomba pidato bahasa Arab SMP se-Jawa Barat, serta santri
teladan, santri favorit, juara umum dan tahfiz terbaik tiga tahun
berturut-turut di SMPIT Al-Kahfi.
Anak Ketujuh, Yusuf Zaim Hakim, telah hafal lebih dari 9 juz
Al-Qur’an. Bukan cuma jago hafal al-Qur’an, prestasi akademiknya pun luar
biasa. Ia sempat duduk di peringkat I di SDIT, peringkat I SMP, juara harapan I
Olimpiade Fisika tingkat Kabupaten Bogor, dan finalis Kompetisi tingkat
Kabupaten Bogor. Muhammad Syaihul Basyir, putra kedelapan, sudah hafal
Al-Qur’an 30 juz pada saat kelas 6 SD.Hadi Sabila Rosyad, putra
kesembilan, sudah hafal lebih dari 2 juz Al-Qur’an dan terakhir Himmaty
Muyassarah,
putri kesepuluh, juga sudah hafal lebih dari 2 juz Al-Qur’an.
putri kesepuluh, juga sudah hafal lebih dari 2 juz Al-Qur’an.
Kompasianers, apa tips yang dilakukan oleh Kang Tamim dan Mbak Wiwi sehingga
mampu mencetak putra-putrinya hafal al-Qur’an?
1. Kuncinya adalah
keseimbangan proses. Meski berdua sibuk, mereka telah menetapkan pola hubungan
keluarga yang saling bertanggungjawab dan konsisten satu sama lain.
2. menyingkirkan televisi
dari rumah.
3. Tidak memasang
gambar-gambar selain kaligrafi.
4. Tidak membunyikan
musik-musik yang melalaikan.
5. Selesai salat Subuh dan
Maghrib adalah waktu khusus untuk Al-Quran yang tidak boleh dilanggar dalam
keluarga ini.
6. Sewaktu anak masih
balita, orangtua konsisten membaca Al-Quran di dekat mereka dan mengajarkannya.
7. Mengkomunikasikan tujuan kenapa harus
hafal al-Qur’an. Awalnya tidak masalah memberikan hadiah.
8. Perlu diedukasi pada
anak, urgentitas menjadi hafiz Al-Quran, selain keutamaan di dunia dan
keutamaan akhirat.
Kompasianers, semoga dua kisah di atas, yakni kisah Syarifuddin dari Afrika
dan 10 Bersaudara yang hafal al-Qur’an menjadi inspirasi kita bersama. Insya
Allah, kelak kita sebagai orangtua muslim harus jauh bersemangat untuk mencetak
generasi-generasi Qur’an, ketimbang mendahulukan mengikuti les ini-itu. Sebab,
mayoritas mereka yang hafal al-Qur’an, secara akademis memiliki nilai luar
biasa.
0 comments:
Post a Comment